Pembangunan ketahanan pangan nasional menjadi salah satu fokus utama dalam kebijakan pemerintahan saat ini. Di Jawa Timur, langkah konkret ditunjukkan melalui panen raya jagung hibrida yang dipimpin oleh Kapolda setempat, Irjen Nanang Avianto. Kegiatan ini tidak hanya sekadar simbolis, tetapi juga berperan penting dalam mendukung ketersediaan pangan masyarakat.
Pada Rabu, 26 Maret 2025, panen raya yang berlangsung di Desa Bulang, Kecamatan Prambon, Sidoarjo, mengundang perhatian banyak pihak. Kehadiran pejabat penting, seperti Kapolresta Sidoarjo dan Bupati Sidoarjo, semakin memperkuat komitmen daerah dalam program ketahanan pangan ini. Hal ini mengingat pentingnya peran jagung sebagai sumber pangan yang mendukung kebutuhan masyarakat.
Kegiatan Panen Jagung Hibrida dan Dampaknya terhadap Pangan
Pembangunan ketahanan pangan melalui panen jagung hibrida ini diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi pertanian. Dalam panen kali ini, lahan seluas 9 hektare berhasil menghasilkan sekitar 72 ton jagung. Kombes Ari Wibowo, Karo SDM Polda Jatim, menyebutkan bahwa hasil panen ini nantinya akan dimutasi ke tingkat daerah, dengan kolaborasi bersama Satgas Pangan untuk berbagai penyalurannya. Ini menunjukkan adanya integrasi antara kepolisian dan sektor pertanian dalam menjaga ketersediaan pangan.
Sebagai informasi tambahan, harga jagung yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebesar Rp 5.500 per kilogram memberikan jaminan bagi para petani dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam program ini. Panen yang dilakukan ini bukan hanya sekadar kegiatan musiman, tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan ketahanan pangan yang lebih mapan. Faktanya, panen sebelumnya telah mencapai 6.000 ton, yang menunjukkan konsistensi dalam hasil pertanian daerah ini.
Kepolisian dalam Membantu Petani dan Komunitas
Kapolresta Sidoarjo, Kombes Christian Tobing, menegaskan perlunya dukungan dari berbagai pihak dalam menjaga ketahanan pangan. Kolaborasi antara Polresta Sidoarjo dan pihak swasta, seperti PT Surya Inti Aneka Pangan, menjadi contoh nyata bagaimana sektor publik dan swasta dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dari setiap hektare lahan, dihasilkan sekitar 8 ton jagung. Hasil tersebut tidak hanya akan diserap oleh Bulog tetapi juga harus menjalani proses pengeringan untuk mencapai kadar air ideal sebelum didistribusikan.
Keberlanjutan dalam program ini menjadi inti dari kegiatan yang dilakukan. Dengan penanaman dan pemanenan yang terencana, diharapkan masyarakat bisa lebih terlibat aktif dan termotivasi untuk berpartisipasi dalam meningkatkan ketahanan pangan di daerah. Dorongan dari kepolisian dan pemerintah daerah sangat krusial agar inisiatif ini tidak hanya berhenti di satu titik tetapi menjadi budaya pertanian yang berkesinambungan dalam mendukung ketahanan pangan nasional.