Baru-baru ini, dua pria kakak beradik dari Palembang, Sumatera Selatan, ditangkap polisi setelah terlibat dalam modus kejahatan pemerasan melalui video call seksual (VCS). Mereka menyamar sebagai wanita cantik untuk menjebak para korban, menunjukkan betapa rentannya masyarakat terhadap penipuan daring.
Fakta mengejutkan muncul ketika diketahui bahwa mereka sudah beraksi selama lebih dari setahun dan meraup keuntungan hingga Rp 100 juta. Salah satu pelaku, yang bernama MD, sudah ditangkap, sedangkan kakaknya, berinisial I, masih dalam pengejaran polisi.
Modus Operandi Pemerasan Melalui Video Call
Kasubdit IV Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, menjelaskan bahwa tindakan kejahatan ini diawali di platform live streaming Bigo. Pelaku menggunakan media sosial untuk mengubah penampilan mereka menjadi sosok perempuan menarik. Wajah yang ditampilkan dalam video direkayasa dengan mengambil foto wanita dari internet, bukan wajah mereka sendiri.
Setelah menarik perhatian dengan konten menarik di Bigo, pelaku mengajak korban untuk melakukan video call di aplikasi lain, Telegram. Di sinilah perangkap sudah siap menanti. Ketika korban melakukan panggilan video yang bersifat pribadi, pelaku merekam momen ini secara diam-diam. Video intim yang direkam kemudian digunakan sebagai alat pemerasan.
Herman mengungkapkan bahwa banyak korban yang terjebak dalam permainan ini, di mana mereka diancam dengan penyebaran video jika tidak membayar sejumlah uang. Ancaman ini menyebabkan korban merasa tertekan dan tak jarang mereka memilih untuk memenuhi tuntutan pelaku demi menjaga reputasi di mata keluarga dan rekan kerja.
Dampak dan Penanganan Kasus Pemerasan
Polisi juga mencatat bahwa ada puluhan korban dari kasus ini, meskipun kebanyakan dari mereka memilih untuk tetap diam karena merasa malu. Salah satu korban melaporkan kerugian mencapai Rp 2,5 juta, sementara ada juga yang terpaksa mentransfer hingga puluhan juta rupiah untuk menebus video mereka.
MD, saat diperiksa, mengaku bahwa aksinya dimulai sejak tahun 2024 dan mengaku bahwa uang hasil pemerasan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. MD kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, sementara pelanggaran yang dikenakan merupakan bagian dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik, yang memberikan sanksi berat bagi pelaku kejahatan siber.
Polisi masih berusaha menangkap I dan sedang menyelidiki kemungkinan adanya jaringan kriminal lainnya yang terlibat dalam pemerasan ini. Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pengguna aplikasi dan media sosial untuk lebih berhati-hati dan waspada terhadap potensi penipuan yang semakin marak terjadi.