BANDUNG, Indonesia – Sekretaris Jenderal Bina Pembangunan Daerah menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat penurunan stunting di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting yang berlangsung di Bandung baru-baru ini.
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal menyatakan bahwa penurunan stunting tidak hanya sekadar mengurangi angka prevalensi, tetapi juga bertujuan untuk memastikan generasi mendatang tumbuh dengan sehat, cerdas, dan mampu bersaing di tingkat global. Fakta ini semakin menegaskan betapa seriusnya dampak stunting terhadap kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Target Penurunan Stunting di Indonesia
Menurut data dari Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, tingkat prevalensi stunting di Indonesia mencapai 19,8%. Pemerintah menargetkan penurunan menjadi 18,8% pada tahun 2025, yang berarti harus ada penurunan sebesar 1% dalam satu tahun. Meski terdapat kemajuan sepanjang satu dekade terakhir dengan penurunan yang signifikan, tantangan dalam mencapai target ini masih sangat besar.
Salah satu tantangan utama adalah disparitas antarwilayah yang cukup mencolok, di mana beberapa daerah terpencil masih mengalami rendahnya cakupan layanan gizi, terutama dalam fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Selain itu, infrastruktur yang terbatas di daerah-daerah tertentu menjadikan upaya penanganan stunting semakin sulit dilakukan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya koordinasi antar berbagai sektor untuk mengatasi permasalahan ini.
Strategi dan Kebijakan Pemerintah
Dalam upaya menanggulangi stunting, telah diterbitkan berbagai regulasi oleh pemerintah, termasuk Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Surat Edaran mengenai Aksi Konvergensi Pencegahan Stunting. Kebijakan-kebijakan ini mengharuskan pemerintah daerah untuk mengintegrasikan target penurunan stunting ke dalam dokumen perencanaan pembangunan mereka.
Sekretaris Jenderal juga menjelaskan bahwa Kemendagri kini sedang memanfaatkan teknologi digital untuk mendukung pengawasan dan akuntabilitas dalam program penanganan stunting. Melalui sistem yang terintegrasi, para pemangku kepentingan dapat lebih mudah memonitor perkembangan penanganan stunting di daerah masing-masing.
Dengan klasifikasi kinerja daerah dalam penanganan stunting yang dibagi menjadi tiga kategori (Tumbuh, Berkembang, dan Berdaya), pemerintah pusat dapat lebih fokus dalam memberikan pendampingan yang tepat kepada daerah-daerah yang membutuhkan. Data terbaru menunjukkan bahwa dari 24 provinsi, ada yang telah mencapai progres di atas 25%, sementara lima provinsi lainnya masih berada di bawah 13%. Ini menandakan perlunya peningkatan sinergi dan kerja sama antar daerah.
Sekretaris Jenderal menekankan bahwa penanganan stunting bukanlah tugas yang dapat dihadapi sendiri-sendiri, melainkan membutuhkan kolaborasi antar sektor serta partisipasi aktif masyarakat. Momentum transisi pemerintahan yang akan datang harus dimanfaatkan untuk memperkuat komitmen bersama di semua level.
Melalui Rakortek ini, pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat pengcoordination dan memastikan bahwa semua target penurunan stunting terintegrasi dengan baik dalam setiap rencana pembangunan. Edukasi kepada masyarakat juga perlu dioptimalkan agar mereka bisa lebih memahami pentingnya gizi seimbang dan kesehatan sejak dini.
“Perjuangan kita masih panjang, namun jika kita bersatu dalam usaha ini, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera,” tutup Sekretaris Jenderal dengan optimisme.