Peningkatan kesejahteraan petani menjadi perhatian utama dalam kebijakan pertanian di Indonesia. Terlepas dari kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) yang ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram, realita di lapangan sering kali berbenturan dengan harapan petani.
Kenyataan yang ada mencerminkan betapa banyak petani yang masih merasakan kesulitan akibat harga gabah yang anjlok, bahkan mencapai Rp5.500 per kilogram. Apa yang menyebabkan perbedaan ini? Pertanyaan ini menjadi penting untuk dicermati agar kita bisa memahami lebih dalam kondisi yang dihadapi petani.
Pentingnya Serapan Gabah Sesuai HPP untuk Kesejahteraan Petani
Serapan gabah yang sesuai dengan penetapan HPP GKP adalah langkah krusial dalam mendukung stabilitas harga dan produktivitas pertanian. Ketika Bulog diharapkan untuk mematuhi arahan Presiden Prabowo, yang menekankan pentingnya tidak menurunkan harga gabah, kenyataannya masih jauh dari harapan. Konsistensi dalam mematuhi harga ini akan memberikan kepastian kepada petani mengenai pendapatan mereka, sehingga semangat untuk bertani dapat terjaga.
Pengamat pertanian Prima Gandhi menegaskan bahwa kesadaran akan fakta ini sangatlah penting. Bulog seharusnya memiliki peran aktif dalam mengakomodasi kebutuhan petani. Ketidakstabilan harga tidak hanya berdampak pada pendapatan petani tapi juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Data menunjukkan bahwa harga gabah pada periode Januari hingga April selama lima tahun terakhir cenderung menurun, kecuali pada Januari 2024. Hal ini menggambarkan adanya pola yang perlu diubah untuk memperbaiki situasi.
Strategi untuk Mencapai Swasembada Beras yang Berkelanjutan
Pemerintah menargetkan swasembada beras dan penghentian impor beras dalam waktu dekat. Namun, untuk mencapai tujuan ini, peran Bulog dalam menyerap gabah dengan harga yang wajar sangatlah vital. Jika Bulog tidak menyesuaikan diri dengan HPP, lalu mengapa HPP ini ditetapkan? Penting bagi kita untuk meragu terhadap peran strategis Bulog dan mengevaluasi kebijakan yang ada.
Dengan melihat contoh negara lain seperti Jepang, Vietnam, dan Thailand, kita dapat melihat bagaimana dukungan yang konsisten terhadap petani memberikan hasil yang positif. Bulog perlu melakukannya dengan tidak hanya bertujuan mencari profit, tetapi juga memperhatikan keberlangsungan produksi dalam negeri. Kesejahteraan petani adalah kunci untuk meningkatkan produksi pangan, dan semua pihak harus saling mendukung untuk mencapai tujuan ini.
Ke depannya, jika pola penyerapan HPP GKP tidak berubah, akan sulit menarik minat generasi muda untuk bertani. Oleh karena itu, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan perubahan kebijakan demi kepentingan petani. Dengan pembelian gabah sesuai HPP, kita dapat membantu memastikan bahwa petani tetap produktif dan sejahtera. Mari kita ciptakan ekosistem pertanian yang mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan!